TIMOTIUS WIRA Y'S BLOG

Wira needs a headed angel. Donate now! (JK...)

Minggu, 27 Desember 2009

GAME FIGHTING

Cara membuat game ini ak dapatkan dari buku Elex Media (MEMBUAT GAME FIGHTING DENGAN FLASH) Fauzi Adi Rafrastara, Hajar Sigit Prajoko, Diginnovac. Tapi ak masih heran, tombol-tombol dan wave soundnya boleh kita gunakan untuk publish ga? Nanti ak coba tanya...

Yang mau download ini linknya
http://www.2shared.com/file/10273485/cfb78645/WIRAGAME.html

Senin, 21 Desember 2009

Lorem Ipsum

Lorem ipsum adalah teks standard untuk penulisan website, buku, dll dan ditulis dalam bahasa latin. Berikut adalah tulisan lorem ipsum.

TINGGAL DI COPY PASTE JIKA DIBUTUHKAN..

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.

Selasa, 08 Desember 2009


Toko kemplang dan kerupuk "AMPERA" terletak di Jln Kebun Manggis Gang Gandaria No. 29/30 Kelurahan Kepandean Baru Palembang. Kami menyediakan berbagai jenis kemplang dan kerupuk dengan harga yang terjangkau. Kemplang dan kerupuk terbuat dari ikan tenggiri dan udang. 100% tidak memakai minyak jelatah dan bahan pengawet. Untuk pemesanan silahkan hubungi:
1) (0711) 355683
2) 08127122573
3) 08127862809

1) Kemplang Mangkok
Harga Rp. 16.000,-

2) Kemplang Gobang
Harga Rp. 16.000,-

3) Kemplang Kecil
Harga Rp. 16.000,-

4) Kemplang Panggang
Harga Rp. 16.000,-

5) Kerupuk
Harga Rp. 16.000,-

6) Kemplang Udang
Harga Rp. 25.000,-

7) Kemplang Mentah
Harga Rp. 70.000,- diluar ongkos kirim

PENGUMUMAN

Blog wira pindah dari timotiuswirayudha.blogspot.com ke website ini. Mohon perhatiannya..

KOMIK "AMBURADUL"

SERI: X2 VS XII P1

Diangkat dari kisah nyata (namun tidak selebay ini!) Pada hari Selasa menjelang siang, November 2009, SMA X 1, Palembang... Jam pelajaran olahraga... Olahraga bebas karena materi sudah habis... Kelas X2 dan XII P1 yang setiap pelajaran olahraga bertemu.. Memutuskan untuk main voli bersama.

Di tengah pertandingan, tiba-tiba seorang dari XII P1 terjatuh dari lapangan! Kakinya lecet. Ia segera dibawa ke UKS.

Itulah yang menjadi inspirasi penulis untuk membuat komik berdurasi 10 halaman ini. Ditambah dengan karakter-karakter yang dibuat lucu.. Komik amburadul ini cocok dibaca sepanjang masa! Pemesan hubungi W di Palembang.

Untuk gambar yang kurang jelas bisa di klik di gambarnya, untuk melihat tulisannya. Maklum, nggak punya scanner.

Senin, 07 Desember 2009

belajar bahasa latin yok!

-dikutip dari latin.seminariplg.sch.id-


Bahasa Latin merupakan warisan kekayaan kebudayaan dunia. Bahasa ini pernah menjadi bahasa "international" ketika Kekaisaran Romawi berkuasa. Sampai sekarang masih sangat banyak karya sastra dan dokumen-dokumen yang sangat berharga dalam bahasa Latin.

Memang saat ini bahasa Latin tidak menjadi lagi bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari. Namun tetap saja dimana-mana masih terus saja banyak orang dan kelompok menggali kekayaannya. Logika kalimat yang sangat ketat terbukti sangat membantu orang yang mempelajarinya menjadi orang yang memiliki ketajaman berfikir, kecerdasan dalam menganalisa, serta kecakapan berbicara yang akhirnya juga akan membentuk pribadi yang meyakinkan.

Sangat bagus pepatah kuno Cicero yang mengatakan: “Non tam praeclarum est scire Latine, quam turpe nescire”. (Bukanlah hal yang mengagumkan mengetahui Bahasa Latin, namun memalukanlah kalau tidak mengetahuinya).

Maka marilah kita mulai masuk menggali kekayaannya bukan untuk menjadi orang yang mengagumkan, melainkan juga tidak terlalu memalukanlah.

HURUF DAN PENGUCAPAN

Dari berbagai sumber yang ada nampaknya tidak ada keseragaman dalam menentukan berapa jumlah huruf dalam bahasa Latin. Sebenarnya perbedaannya hanya terletak dalam memasukkan atau tidaknya huruf-huruf yang berasal dari kata-kata asing (Yunani). Pada umumnya saat ini banyak orang sepakat bahwa jumlah huruf dalam bahasa Latin ada 23, yakni:

A B C D E F G H I K L M N O P Q R S T V X Y Z

Beberapa catatan:

  • Dalam beberapa tulisan umum masih dijumpai huruf «J», dan diucapkan seperti «Y» dalam bahasa Indonesia. Namun dalam bahasa Latin Romawi, tidak digunakan, dan digantikan dengan huruf «I» yang diucapkan seperti «Y» dalam bahasa Indonesia.
  • Orang-orang Romawi menggunakan huruf «V» baik untuk menuliskan huruf «V» maupun «U», yang kalau dituliskan dengan huruf kecil keduanya menjadi «u». (contoh: VNIVERSITAS, uniuersitas; VINVM, uinum; PAVLVS, Paulus; etc.). Huruf «U» yang digunakan untuk membedakan dari «V» baru digunakan sejak abad pertengahan.
  • Huruf «Y» dan «Z» berasal dari abad I (kristianisme), untuk mengambil kata-kata dari bahasa Yunani.

Pengucapan

Sebenarnya pengucapan bahasa Latin tidaklah sulit, karena mirip juga dengan bahasa Indonesia. Dalam hal pengucapan juga terdapat perbedaan, sesuai dengan periode, tempat, dan juga kelas sosial di mana bahasa ini digunakan. Namun untuk saat ini, khususnya dalam sekolah-sekolah Italia dan Gereja, digunakan cara pengucapan dari jaman eklesiastica, yakni dari sekitar abad IV-VI M.

  • «c» di depan huruf «a, o, u» (eg. caput, cor, cura) diucapkan seperti «k» dalam «kamu». Sedangkan kalau di depan «e, i, y» (eg. cena, cibus, cynus) diucapkan seperti «c» dalam «cerita».
  • «ch» diucapkan seperti «k» dalam bahasa Indonesia (eg. cherubim).
  • «g» yang diikuti dengan huruf «a, o, u» (eg. fuga, imago, angulus) diucapkan seperti «g» dalam «gatal»; sedangkan kalau diikuti «e, i, y» (eg. fūgere, fūgio, gymnasium) maka diucapkan seperti «j» dalam « juru».
  • «gl» diucapkan «l» (eg. figlina diucapkan «filina»).
  • «ng» (eg. agnus) diucapkan «ny» dalam «banyu».
  • «h» tidak diucapkan (eg. homo diucapkan «omo», mihi diucapkan «mii»).
  • «ph» (eg. philosofia) diucapkan seperti «f» dalam kata «fantasi».
  • «th» diucapkan seperti «t» dalam kata «kata».
  • «ti» kalau diikuti dengan vocal maka diucapkan seperti «tsi» (eg. gratia diucapkan «gratsia»).

Akan tetapi kalau didahului oleh huruf «s, t, x» maka tetap diucapkan «ti», contoh: bestia, cottius, mixtio. Demikian juga kalau huruf «i» mendapatkan tekanan, (eg. totīus, Miltīades) maka tetap diucapkan «ti».

  • «i» jika diikuti oleh vocal dan tidak mendapatkan tekanan, maka diucapkan seperti «y» dalam «ayam» (eg. iam dibaca «yam»). Selain itu diucapkan seperti «i» dalam «dia».
  • Diftong «ae, oe» (eg. aetas, oboedire) diucapkan seperti «e» dalam kata «sore». Akan tetapi diucapkan secara terpisah, jika merupakan bagian dari dua suku kata (eg. aer, poeta; yang dalam tulisan modern dituliskan: aër, poëta).

Pengucapan Klasik (Kuno)

Mungkin baik juga mengetahui juga beberapa cara pengucapan kuno, yang digunakan sekitar abad II S.M. sampai abad I M.

  • Diftong «ae, oe» diucapkan secara terpisah, dengan aksen (tekanan) pada vocal pertama. (eg. laetus dibaca láetus)
  • «c» diucapkan seperti «k» dalam «kita». (eg. cibus dibaca «kibus»). Dan «g» diucapkan seperti «g» dalam «gitar», (eg. magister dibaca «magister»).
  • «ch» diucapkan seperti «ch» dalam bahasa Jerman: «ich, buch». Pengucapan seperti ini biasanya digunakan untuk kata-kata yang diambil dari bahasa Yunani; misalnya «charis» (Yun.) à «charitas» (Latin Kuno, lalu dalam Latin modern dan Latin Gerejani menjadi caritas, namun tetap bertahan untuk nama Christus, yang berasal juga dari bahasa Yunani Christos);
  • «ng-» diucapkan secara terpisah (eg. magnus dibaca «mag-nus»).
  • «h» diucapkan dengan jelas, baik di awal kata maupun ditengah sesudah «c, p, t» dalam kata-kata yang diambil dari Yunani. (eg. homo dibaca «homo»; philosophus dibaca «philosophus»). Namun kalau berada di tengah kata, tetap tidak diucapkan, dan sejak sekitar abad IV M «ph» diucapkan seperti «f».
  • «quu-» dibaca «ku» (eg. equus dibaca «ekus»).
  • «s» selalu diucapkan seperti «s» dalam bahasa Indonesia (eg. asinus).
  • «ti» diucapkan seperti tertulis (eg. amicitia dibaca «amikitia»)
  • «y» yang terdapat dalam kata-kata yang berasal dari Yunani maka diucapkan seperti «ü» dalam bahasa Jerman. (eg. tyrannus dibaca «türannus»).

Cara pengucapan seperti ini masih sering terdengar dan dipertahankan baik di Italia (untuk bahasa dan sastra Latin pada umumnya), namun terutama di luar Italia (Polandia, Belanda, Brasilia, dsb.). Namun saat ini Gereja di Roma tidak menggunakan cara pengucapan (dan penulisan) ini.

TENTANG AKSEN ATAU TEKANAN KATA

Yang dimaksudkan dengan aksen adalah cara pengucapan suatu vokal (dalam suatu suku kata); apakah suatu vokal itu diucapkan secara pendek atau panjang. Vokal yang diucapkan secara pendek di atasnya diberi tanda “ ˘ (eg. fugĕre, dicĕre, interficĕre); sedangkan vokal yang diucapkan secara panjang ditandai dengan “ ˉ (eg. timēre, laudāvi, amavīsti).

Dalam bahasa Latin penting memperhatikan nilai panjang-pendeknya suatu vokal, untuk menentukan cara pengucapakan suatu kata, yakni di mana aksen (tekanan suara) harus diberikan dalam suatu kata. Kiranya cara pengucapan ini sangat penting dalam bahasa Latin, selain akan mempengaruhi keindahan, namun terutama menentukan arti kata tersebut. Contoh:

- pŏpulus (bangsa, rakyat) - pōpulus (sejenis pohon)
- lĕvis (ringan) - lēvis (licin)

Memang mengenai aksen ini cukup sulit, mengingat bahwa bahasa Latin tidak lagi menjadi bahasa percakapan sehingga kita tidak bisa mendengarkannya.

Namun ada beberapa aturan yang masih bisa menjadi pedoman:

  1. Pada umumnya tekanan suara terletak dalam suku kata kedua dari belakang dari suatu kata. Contoh: timēre (baca timére), amāre (baca amáre).
  2. Pada kata yang terdiri dari 3 suku kata atau lebih, tekanan aksen jatuh pada suku kata kedua dari belakang jika vokalnya “panjang”, namun bila vokal dalam suku kata kedua dari belakang tersebut pendek, maka tekanan jatuh pada suku kata ketiga dari belakang. Contoh: fugĕre (baca fúgere), dicĕre (baca dícere), interficĕre (baca interfícere).
  3. Aksen tidak pernah jatuh pada suku kata keempat atau lebih (dari belakang) dari suatu kata, kendatipun vokal pada suku kata kedua dari belakang bernilai pendek. Demikian juga tidak pernah jatuh pada suku kata pertama dari belakang. Kendati akan ditemukan, itu karena ada suatu vokal yang hilang. Contoh: Adúc! (bentuk perintah dari kata kerja aducere; aslinya sebenarnya Adúce!

Untuk mempermudah cara pengucapan yang tepat, maka dalam beberapa teks biasanya disertai dengan tanda tekanan suara (aksen) dengan tanda (eg. fúgere, dícere, fácere). Namun biasanya dalam kebanyakan teks tidak ditunjukkan baik panjang-pendeknya vocal maupun tekanan suku katanya. Untuk itu tidak ada cara lain kecuali melihat di kamus, itupun kalau di kamus di tunjukkan.

Jumat, 04 Desember 2009

PERINGATAN HARI PESTA ST. FRANSISKUS XAVERIUS

4 Des 2009... Kemarin hari pesta St. Fransiskus Xaverius berjalan dengan meriah. Dengan misa yang dipimpin oleh Rm. Agus, Rm. Fridho, dan Rm. Kris di gereja St Yoseph Palembang.

St. Fransiskus Xaverius dilahirkan dengan nama FRANCISCO DE JASO Y AZPILCUETA, di kastil Xavier (Xaverius, Javier), Navara, Spanyol pada tanggal 7 April 1506 dan wafat pada tanggal 3 Desember 1552, karena itulah hari pesta Fransiskus Xaverius pada tanggal 3 Desember. Oleh karena ia lahir di kastil Xavier maka disebut Francis Xavier (Latin: Franciscus Xaverius) malah ada orang yang mengatakan namanya FRANCISCO DE JASO Y DE JAVIER.

Sekolah kita tercinta, SMA XAVERIUS 1
X=image Xaverius yang tercitra baik
A=approach
V=lupa..
E=lupa..
R=lupa..
I=lupa..
U=universal
S=lupa..